Telemedisin merupakan teknologi telekomunikasi untuk menyediakan layanan kesehatan dari jarak jauh, beberapa tahun terakhir implementasi layanan kesehatan ini menjadi sangat populer, khususnya pada pasien dengan penyakit kronis. Dalam mengahadapi peningkatan kasus coronavirus disease (COVID-19), para dokter dan sistem kesehatan seluruh dunia berlomba-lomba mengadopsi pendekatan terapi secara virtual dalam menanggapi peningkatan kebutuhan pertemuan antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan. Di Cina, pasien disarankan untuk menemui dokter secara online dibandingkan dengan tatap muka secara langsung selama pandemik COVID-19 sejak Desember 2019, kecuali kasus gawat darurat. Menurut Yanwu Xu yang merupakan anggota dari WHO Digital Health Technical Advisory Group dan peneliti di Akademi Sains Cina Institut Teknik Mesin dan Material, menjelaskan bahwa transformasi pengobatan virtual di Cina terjadi setelah badan asuransi kesehatan nasional menyetujui untuk membiayai pengobatan virtual. Menurutnya, dengan teknologi ini, konsultasi dokter dapat meningkat hingga 100 pasien setiap harinya, dimana ini merupakan peningkatan yang sangat signifikan dalam penanganan kasus per harinya.
Di USA, Centers for Medicare & Medicaid Services (CMS) menjelaskan bahwa terdapat langkah baru yang diperbolehkan untuk lebih dari 80 layanan tambahan via telehealth / telemedicine selama era pandemik ini. “Selama masa darurat kesehatan masyarakat, seseorang dapat menggunakan aplikasi interaktif melalui video untuk bertemu dengan dokter. Penyedia layanan juga dapat mengevaluasi keuntungan yang mereka dapat. Perubahan sementara ini akan memastikan pasien memiliki akses ke dokter dan layanan yang lain selagi mereka tetap aman di rumah”. Menurut dia, “Keputusan menggunakan konsultasi secara virtual itu murah dan bijaksana selama era pandemik COVID-19”.
Menurut Eric Topol, Direktur The Scripps Research Translational Institute di La Jolla (California, USA), mengapresiasi usaha ini, ”Ini merupakan momen yang tepat untuk perawatan kesehatan virtual”. Langkah serupa juga dilakukan di Kanada, menurut Sandy Buchman sebagai Presiden Asosiasi Medis Kanada, “Kita berhadapan dengan COVID-19, kita berlomba untuk mengimplementasikan teknologi pelayan medis virtual secepat mungkin yang kita bisa”. Negara lain yang melakukan konsultasi dokter secara online adalah Inggris, Italia, Jerman, India, Afrika Selatan, dan masih banyak lagi. Dengan berbagai uraian di atas, sebagai seorang dokter Bedah Toraks, Kardiak & Vaskular (BTKV) bisa juga melakukan kebijakan atau inovasi yang sama dalam pantauan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiak & Vaskular Indonesia (HBTKVI) selama era pandemik COVID-19. Pada penelitian Telemedicine in Patients With Peripheral Arterial Disease yang dibuat oleh Marjolein E. Haveman pada tahun 2019, disebutkan bahwa intervensi telemedisin dapat dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer yang fokus dalam pemantauan aktivitas, luka, telecoaching, dan telekonsultasi. Telemedisin sangat potensial untuk meningkatkan hasil klinis, kwalitas hidup, dan menghemat biaya dalam pelayanan intervensi kesehatan. Pada penelitian ini disebutkan bahwa intervensi telemedisin dapat mendeteksi komplikasi awal post operasi, meningkatkan kapasitas fungsional, menurunkan onset waktu klaudikasio, meningkatkan kwalitas hidup dan keahlian pasien. Selain penyakit arteri perifer, hal ini juga dapat dilakukan pada kasus penyakit Varises, Kaki Diabet & pasien paska operasi AV Shunt. Adalah Vascular Indonesia, yang merupakan bagian integral ciri inovasi kekinian dokter BTKV Indonesia yang memfasilitasi konsultasi secara virtual / telemedisin, yaitu Varises Indonesia, AV Shunt Indonesia & Kaki Diabet Indonesia. Jadi selama era pandemi COVID-19 ini adalah waktu yang tepat bagi para dokter BTKV untuk mengembangkan sayapnya dibawah naungan HBTKVI dengan melakukan inovasi layanan telemedisin, sehingga pasien tetap di rumah dan dapat melakukan konsultasi medis kepada dokter.