Pembedahan Torak pada Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan sejarah dari pembedahan dada atau torak. Sejarah mencatata bahwa pembedahan torak pertama merupakan operasi drainase terbuka untuk pasien dengan Empiema TB pleura yang dilakukan oleh Hippocrates. Selama 50 tahun pertama dari abad terakhir ini, penemuan Mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman anaerob obligat menyebabkan perkembangan ilmu bedah torak yang sangat cepat seperti torakoplasti, induced pneumotorak, pneumolisis, dan crushing dari saraf frenikus. Teknik torakoskopi secara luar biasa pertama kali dikenalkan pada sekitar dekade pertama tahun 1900 oleh Jacobeus sebagai pendekatan terhadap biopsi pleura dan adesiolisis pada pasien-pasien TB. Pada tahun 1944 penemuan Streptomisin kemudian merubah protokol terapetik dan mengecilkan porsi ilmu bedah pada pasien TB.1,2

Masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia saat ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus Basil Tahan Asam (BTA) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut laporan regional WHO, jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, tetapi bila melihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia, tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit penapasan akut pada seluruh kalangan usia.2,3

Indikasi Operasi pada Pasien TBC

Menurut hasil penelitan terakhir dilaporkan bahwa reseksi paru yang dikombinasikan dengan obat anti TBC telah mendulang hasil yang baik dalam sekitar 88%-92% yang kasus yang di kerjakan. Penelitian ini juga melaporkan bahwa ada penurunan angka kemungkinan dari kematian pasca operasi. Indikasi standar pembedahan pada tuberkulosis paru meliputi batuk daraf masif (lebih dari 600mL per hari), fistula bronkopleura, bronkostenosis, kecurigaan pada keganasan dan ketidakmampuan paru untuk re-ekspansi (trapped lung). Saat ini, indikasi terbaru untuk dilakukan pembedahan pada tuberkulosis adalah adanya kondisi multidrug-resistant organism (MDRTB). Hal ini dapat diartikan bahwa dari pemeriksaan kultur, teridentifikasi kurangnya sensitifitas dari obat-obat isoniazid, rifampicin, dan obat-obat lain dari golongan antituberkulosis. Pada kasus-kasus pembedahan disertai dengan adanya BTA (+) pada sputum, biasanya terlokalisasi pada suatu kavitas, lobus atau paru-paru yang mengalami kerusakan (destroyed lobe/destroyed lung). Penemuan ini biasanya didapatkan dari pemeriksaan standar x-ray, atau yang lebih akurat lagi dari hasil CT-scan toraks. Penilaian risiko sebelum pembedahan meliputi tes fungsi paru, ventilation-perfusion scanning, analisa gas darah dan pemeriksaan laboratorium rutin, serta sadapan EKG terutama untuk pasien-pasien di atas usia 40 tahun.2,3

Berdasarkan pertimbangan para ahli, walaupun hampir semua pembedahan TBC merupakan pembedahan elektif, ada beberapa kondisi yang mengancam nyawa yang secara langsung adalah merupakan kondisi yang memerlukan operasi emergensi. Berikut ini disajikan beberapa pembagian indikasi dan kelompoknya.3

  • Indikasi emergensi (segera)

Indikasi emergensi merupakan indikasi dimana ketika pembedahan tidak dilakukan maka kematian mungkin tidak dapat dihindari. Contohnya adalah seperti perdarahan paru-paru masif dan tension pneumothorax spontan.

  • Indikasi urgensi (mendesak)

Indikasi mendesak adalah seperti perkembangan penyakit TB yang tidak dapat dikontrol dengan pengobatan oral dan hemoptisis yang berulang yang tidak dapat dihentikan dengan metode lainnya.

  • Elektif

Kavitas lokal pada paru-paru dengan ekskresi kuman terus menerus yang telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan bakteriologis pada penderita yang mengkonsumsi obat TBC secara teratur lebih dari 4 bulan kemudian juga pada pasien yang tidak berespon terhadap pengobatan TBC biasa. Selain itu dapat dilakukan tindakan pembedahan pada komplikasi-komplikasi lainnya yang terjadi pada penderita TBC.

Angka mortalitas pasca pembedahan reseksi akibat kuman TB biasanya dibawah 5 persen. Morbiditas yang serius yang terjadi adalah berupa fistula bronkopleura yang biasa disebabkan oleh beberapa faktor seperti sputum BTA (+) saat operasi, riwayat radiasi pada daerah dada, infeksi polimikrobial yang luas, dan riwayat torakotomi sebelumnya.2

Sumber:

  1. Bertolaccini L. Surgical Treatment of Pulmonary Tuberculosis: The Phoenix of Thoracic Surgery?. J Thorac Dis. 2013(2):198-9
  2. Syarief A. Pembedahan Pada Tuberkulosis Paru. Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu [Serial Online] 2013. [cited 2019 August 14]. Available from: http://rsparurotinsulu.org/detailpost/pembedahan-pada-tuberkulosis-paru.
  3. The Role of Surgery in the Treatment of Pulmonary TB and Multidrug- and Extensively Drug-Resistant TB. World Health Organization. 2014.
quincy rompas

quincy rompas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top